03 October 2013

[Review Film] Cahaya Kecil (2013) : Setiap Orang Berhak Mendapatkan Kesempatan Kedua


Produksi : Phinaeon Entertainment
Produser : Reinhart Gunadharma & Andreani Purbo
Sutradara : Benni Setiawan
Penulis : Titien Wattimena & Benni Setiawan
Pemeran : Andy /rif, Petra Sihombing, Verdi Solaiman, Taskya Namya, Ferry Salim, Happy Salma


       Iskhandar : Entah kenapa, para filmmaker di Indonesia kebanyakan belum terlalu lihai dalam memainkan marketing dan promosi sebuah film. Cahaya Kecil adalah film Indonesia yang nyaris lepas dari pandangan gue, yang saya tidak ketahui keberadaaannya sehingga pada akhirnya mendapat tau hanya ketika gue sedang melihat daftar film yang sedang tayang di website XXI. Entah mungkin gue yang kurang melihat-lihat disana sini dan melewatkan masa promosi film ini, atau para filmmakernya yang kurang gencar mempromosikan film mereka.

       Indah : Rasanya udah lama gak nonton film Indonesia lagi dan lagi kangen juga nonton film Indonesia di bioskop. Sebenernya sih film Indonesia selalu ada di bioskop, tapi yaaah, genrenya Horporn a.k.a Horror Porno. Gue sih bukan salah satu penikmat atau pendukung film Horporn. Tapi kemudian ada sebuah judul film lokal bergenre drama berjudul Cahaya Kecil. Awalnya sih underestimate sih, soalnya bener-bener gak kedengeran promosinya. Pas baca sinopsisnya juga, duh, yang main penyanyi. Tapi kemudian si pacar kemudian mengajak nonton film ini karena trailernya cukup oke. Gue berdoa dalam hati semoga kali ini gak kemakan trailer kayak film “La Tahzan”, jadilah gue dan pacar menonton film ini cuma berdua di studio 6 Blitz Megaplex Teras Kota BSD. Gue dan pacar beneran cuma berdua yang nonton, no other people! Berasa studio pribadi, cool and poor sih.


       Iskhandar : Cahaya Kecil adalah drama keluarga dimana ianya menampilkan konflik seorang anak lelaki yang bernama Gilang Khrisna (Petra Sihombing) yang sangat membenci ayahnya, Arya Khrisna (Andy /rif) yang merupakan seorang rocker yang berjaya di masanya. Arya melakukan sebuah kesalahan yang membuat istrinya terbunuh dan berbagai rentetan kejadian lain yang membuat Arya dijebloskan ke penjara, dan itu membuat Gilang semakin membenci ayahnya sendiri sehingga dia beranjak dewasa. Gilang tumbuh besar dan dengan bantuan Abraham (Verdi Solaiman), dia berhasil menjadi seorang musisi yang sukses tanpa mempedulikan ayahnya masih meringkuk di penjara.

       Indah : Gue akan langsung mereview beberapa poin-poin minus dari film ini. Pertama adalah sosok Gita. Gita, dituturkan Gilang diawal film lewat narasi voice over, adalah wanita kedua yang ia cintai setelah mendiang ibunya. It means, Gita adalah seseorang yang teramat spesial, tapi sayangnya penonton tidak diberikan visualisasi yang lebih terhadap sosok Gita. Rasanya sosok Gita yang dituturkan Gilang kurang kuat. Selain itu porsi Gita di film bisa dibilang sangat sedikit, sehingga chemistry antara Gita dan Gilang bisa dibilang nihil. Malah yang terlihat sosok Gita ini adalah wanita yang malah tidak mengerti Gilang, bukan seseorang yang justru sangat memahami Gilang, seperti yang diumbar secara berlebih oleh Gilang sebelumnya.

        Setelah Gita pergi lalu tiba-tiba muncul sosok Saskia. Kehadiran Saskia ini gampang ditebak. Peran Saskia malah lebih gampang ditebak lagi, yaitu akan jadi pacar Gilang selanjutnya. Tapi yang kemudian jadi aneh dan menganggu adalah, kenapa setiap kali Gilang bikin album, terus bikin videoclip, modelnya selalu si Saskia ini, emangnya di dunia ini cuma ada satu model? Atau, emangnya si Saskia ini model paling top sejagad raya? Padahal yang digambarkan adalah Gilang itu penyanyi terkenal.

       Iskhandar : Salah satu hal yang harus gue apresiasi dalam film Cahaya Kecil adalah penataan artistik dalam film ini. Gue suka sekali dekorasi ruang bersantai Arya Khrisna yang dihiasi lukisan-lukisan dan kepingan-kepingan album platinum dan gold, ditambah lagi dengan perabotan antik nan mewah yang menegaskan lagi Arya ini adalah rocker kondang yang sukses pada masanya. Chief departemen artistik, Kekev Marlov cukup bisa menghadirkan rasa rock n roll di adegan-adegan awal film yang merupakan flashback, dimana kostum, tata panggung, mobil american muscle jadul serta perhiasan rumah yang cukup menonjolkan culture rock n roll pada awal 90an. Apalagi semua set dan properti yang sangat menonjolkan karakter Arya Khrisna ini dipadukan dengan mood dan tone lighting yang cukup bagus dari DOP Bambang Supriadi.

       Indah : Masih mengenai Saskia. Film ini memang fokus pada kisah ayah dan anak yang tidak akur, tapi kemudian dimunculkan tokoh pacar si anak, yah memang sebagai pemanis aja sih, tapi porsi Saskia lebih banyak daripada Gita, dan seharusnya tokoh Saskia ini bisa lebih ditonjolkan sebagai kekasih yang baik, pengertian, dan menjadi sosok yang penting bagi Gilang juga. Tapi ya pada film tersebut, Saskia sama aja seperti Gita. Dan rasanya terlalu mudah untuk Gilang berpaling dari Gita yang dituturkan Gilang spesial buatnya, dan sosok Saskia tidak terlalu hebat, tidak wah, mencoba pengertian tapi ternyata fail karena dia tidak tahu apa-apa tapi sok tahu.


       Iskhandar : Andy /rif menurut gue disini sudah cukup menunjukkan dirinya adalah seorang performer dan entertainer sejati. Sejak awal film dimulai, Andy sudah cukup menebar pesona dan kharismanya sebagai vokalis band rock, dan juga ternyata aktingnya saya cukup suka dan harus gue acungi jempol. Andy /rif, menjadi sosok ayah rocker yang menyesali kesalahan masa lalunya, kadang cukup membuat haru lewat aktingnya yang meyakinkan dan kharismatik sekali, dan kadang agak kebanting dengan akting Petra Sihombing yang menurut gue kadang agak datar. But all is fine between those two. Mereka cukup memperlihatkan hubungan ayah-anak yang buruk dan kurang harmonis. Beberapa aktor pendukung lain seperti Verdi Solaiman dan Ferry Salim juga cukup bagus dalam memerankan peran mereka masing-masing di dalam film ini.

       Indah : Selesai ngomongin tokoh, yuk beranjak sejenak ke setting film. Mungkin bisa dimaklumi, dari segi promosi saja kurang, berarti proyek film ini bukan proyek film mahal, tapi bisa diacungi jempol karena hasilnya lumayan oke. Setting tempat yang kurang pas menurut gue adalah setting tempat terakhir, yaitu tempat konser sekaligus menjadi tempat puncak konflik berakhir. Gue tidak bisa melihat sosok Gilang adalah seorang penyanyi terkenal luar biasa dan ayahnya adalah penyanyi legendaris dengan tempat konser minim seperti itu. Dan sebelumnya dikatakan bahwa konser pada scene akhir itu, konser itu adalah konser besar, konser itu bisa menyelamatkan pamor gilang dan ayahnya, konser itu bernilai besar, konser itu konser gabungan beberapa penyanyi terkenal, tapi sayang tempat konsernya tidak sesuai dengan apa yang digembor-gemborkan si manajernya. Tapi lagi-lagi, bisa dimaklumi jika berbicara budget film yang gue sih sebenernya gak tau ya, hehe.

       Masih seputar konser terakhir di film, entah kenapa gue sangat terganggu dengan orang yang berada di sebelah Ferry Salim selaku produser Gilang. Momen saat itu memang momen yang sedih, tapi figuran di sebelah Ferry Salim agak menganggu dengan mimik wajah yang terlalu dibuat-buat sedih, tidak natural dan tidak total. Pasti sulit sih mencari extras yang bisa total juga, jadi ya sudahlah.


       Iskhandar : Salah satu hal yang gue sesali dalam film ini adalah treatment titlingnya. Entah kenapa, untuk film yang sangat bisa memaksimalkan font yang sedikit lebih bagus dikarenakan nuansa rock dan musik yang diusungnya, filmmakernya malah memilih font yang sebenarnya menurut saya lebih cocok untuk tugas film pendek anak kuliahan. Yes I know this is a family drama movie. Tapi setidaknya cobalah mentreatment penampilan luar film ini supaya lebih bisa menarik banyak lagi penonton rocker, atau fans band /rif sendiri misalnya, dengan memilih typography yang sedikit mewakili nuansa rock di film ini. Drama sih memang drama, tapi packaging luarnya gak semestinya 100% drama juga. At least give it some effort, seperti contohnya opening animation film Indonesia Mika (2013) yang sangat-sangat gue sukai. Terlihat bahwa they gave it some effort.

       Indah : Satu dari gue, film ini mengajarkan kita kalau “everybody deserves a second chance and everybody can change.” Dan pesan itu nyampe ke gue, seriously. Dari 1-10, I give Cahaya Kecil a 6. PS : lagunya oke loh!

       Iskhandar : Kali ini gue juga sama seperti Indah, memberikan score 6 untuk Cahaya Kecil. Layak ditonton, cukup entertaining apalagi saya sebagai cowok, jadi ingat bokap pas nonton film ini. A good local movie about father-son relationship. Semua pesan dalam film ini tidak harus disampaikan dengan cara yang preachy. That I like. Dan lagi-lagi kenapa film lokal yang layak tonton seperti ini harus bertengger dalam waktu yang sangat-sangat singkat di bioskop, dan pada akhirnya harus turun layar karena tidak ada yang ingin menonton, ya kalau ada juga biasanya mereka menunda-nunda untuk menonton. This movie deserves a longer screening time at the cinemas. Worth the watch!

Last Note : Cahaya Kecil yang dibintangi dua vokalis dari beda generasi. Berarti gak sah rasanya kalau film ini tidak mempunyai soundtrack yang bagus! Kami suka sekali lagu 'Cahaya Kecil' dari band /rif dan feat. Petra Sihombing yang menjadi main theme song film ini. Check out lagunya dibawah ini. 


No comments:

Post a Comment