Produser : Raam Punjabi
Sutradara : Hanung Bramantyo
Penulis : Hanung Bramantyo & Ben Sihombing
Cast : Ario Bayu, Maudy Koesnandi, Lukman Sardi, Tika Bravani, Ferry Salim, Tanta Giting
Indah : Inilah salah satu film paling
ditunggu-tunggu di penghujung tahun 2013. Film biografi mengenai founding
father Indonesia, Soekarno. Meskipun kasus menimpa film ini, tapi nampaknya
publik tidak peduli dengan gugatan anak terakhir dari Bung Karno, Rachmawati.
Publik cukup puas dengan film ini.
Film
Soekarno ini mengisahkan tentang kehidupan Bapak Bangsa sedari ia kecil.
Bagaimana saat ia kecil diberi nama Kusno, namun ia tumbuh menjadi anak
penyakitan. Tradisi orang Jawa, kalau seorang anak penyakitan, kemungkinan
karena ia tidak cocok dengan namanya, sehingga harus ada upacara penggantian
nama. Sehingga nama Kusno pun berganti dengan Soekarno.
Iskhandar : Gue dari dulu selalu bertanya-tanya, kenapa tidak ada biopic tentang founding father Indonesia, Soekarno. Kisah hidupnya sangat potiental untuk diangkat menjadi sebuah film. Namun sepertinya sekarang persoalan gue terjawab ketika MVP Pictures bekerjasama dengan mas Hanung Bramantyo akhirnya menggarap film biopik orang nomer 1 di dalam sejarah Indonesia ini. Tidak perlu dijelaskan siapa sosok Soekarno – rasanya semua orang Indonesia mengenalinya.
Indah : Sedari remaja, kharisma Bung Karno mulai terlihat. Ia bisa memikat hati anak Belanda, namun sayang, karena Bung Karno bukan anak bupati, Bung Karno harus menelan pil pahit patah hati karena tidak disetujui oleh ayah Mien, sang pujaan hati. Sejak itu ia bertekad untuk merebut kembali kebebasan dan kemerdekaan yang seharusnya jadi milik bangsa Indonesia.
Bung Karno tumbuh belajar menjadi seorang orator yang mampu merebut hati rakyat dan Bung Karno menjadi seorang politisi yang cukup disegani oleh rekan-rekan seperjuangannya. Namun di sisi lain Bung Karno hanyalah manusia biasa yang bisa galau karena seorang perempuan cantik dan pintar bernama Fatmawati. Ya, Bung Karno adalah seorang pria flamboyan yang mampu merebut banyak hati para wanita.
Iskhandar : Awalnya gue mengira film ini adalah film biopik tentang Soekarno yang akan memperlihatkan Soekarno sebagai sosok yang sangat dewa – mengingat beliau diperlakukan sedemikan di dalam lingkungan masyarakat Indonesia. Sepertinya tidak ada cacat cela sedikitpun di diri beliau ketika kita mendengar cerita-cerita dan impresi dari mayoritas masyarakat. Namun ternyata film ini berbicara sebaliknya.
Indah : Meskipun banyak menampilkan sisi lain dari Bung Karno, film ini cukup mampu memvisualisasikan saat-saat Bung Karno hidup dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Yang paling menarik dari film ini adalah saat awal pembukaan film ini yang tidak biasa. Film ini diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang mana adalah lagu kebangsaan negara kita, Indonesia. Hal ini tidak saya jumpai ketika menonton Trilogi Merah Putih.
Bung Karno diperankan oleh Ario Bayu yang nampaknya cukup sukses untuk memerankan tokoh proklamator ini. Sekilas wajahnya agak mirip, tapi setelah Ario Bayu didandani menyerupai Bung Karno. Make up dan wardrobe nampaknya sangat pas, namun saya agak terganggu melihat wajah Ario Bayu yang sepertinya menggunakan bedak cukup tebal.
Iskhandar : Soekarno – sebagai sosok yang sangat lagenda di mata orang Indonesia, di biopik garapan mas Hanung ini ternyata diperlihatkan sangat manusiawi, humanis dan down to earth. Sosok yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia itu ditampilkan sangat membumi, dengan kelebihan serta juga kekurangannya dan permasalahannya dengan keluarga dan cerita-cerita naik turun romansa beliau. Sebuah move yang menarik dari filmmaker-filmmaker yang menggarap, yang bertujuan untuk memperlihatkan kepada rakyat Indonesia bahwa Soekarno juga seorang manusia biasa, tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan yang dilakukannya selama hidup.
Harus gue akui, film Soekarno memiliki barisan cast yang sangat menawan dan menjanjikan. Ario Bayu merupakan pilihan yang cocok dan pas sebagai sosok legendaris Soekarno, dan gue masih bingung kenapa masih ada kontroversi dari salah satu putri Soekarno yang memperdebatkan tidak seharusnya Ario Bayu yang memerankan peran ayahnya karena dianggap ‘tidak pas.’ Keputusan bahwa Ario Bayu tetap memegang peran Soekarno dari sang sutradara, menunjukkan bahwa mas Hanung sebagai sutradara handal, selalu tau apa sebenarnya yang filmnya butuhkan.
Indah : Oh iya, satu hal yang membingungkan buat saya, seingat saya, waktu saya duduk di bangku sekolah dasar diceritakan, bahwa bendera merah putih yang dikibarkan saat proklamasi berlangsung adalah bendera yang dijahit tangan oleh Ibu Fatmawati, tapi kenapa di film ini bendera tersebut dijahit menggunakan mesin jahit? Tapi overall, film Soekarno ini oke dan cukup menginspirasi diri untuk lebih menghargai para pejuang kemerdekaan.
Iskhandar : Tidak usah dipertanyakan lagi kualitas film-film yang digarap timnya Hanung Bramantyo. Ciri khas film-film Hanung selalu bersinar di bagian penyutradaraan, sinematografi dan art. Dengan partner in crime Hanung yaitu DOP Faozan Rizal, gambar dan pencahayaan di dalam film Soekarno cukup bisa menyampaikan ‘epicness’ dari tokoh Soekarno.
Gue bukan penganut faham nasionalisme dan patriotisme, namun film Soekarno ini cukup membuat gue merinding, melihat Ario Bayu sebagai reinkarnasi founding father Indonesia di layar lebar, didukung pula dengan barisan cast-cast lainnya yang semuanya menjiwai tokohnya (dan gue selalu suka comical humour yang diselipkan sana-sini di dalam film), serta gimmick yang lumayan menarik di awal film, dimana para penonton diminta berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, cukup menimbulkan satu pertanyaan dan kemungkinan penelitian yang menarik : apakah mayoritas rakyat Indonesia sudah cukup nasionalis, mengingat beragamnya respons dari penonton ketika disuruh berdiri dan menyanyikan Indonesia Raya di bioskop? Menarik.
No comments:
Post a Comment