15 December 2013

[Review Film] 99 Cahaya di Langit Eropa (2013) : Mencari Jejak-jejak Islam di Eropa


Produser : Ody M Hidayat
Sutradara : Guntur Soeharjanto
Penulis : Alim Sudio, Hanum Salsabiela Rais, Rangga Almahendra
Pemeran : Acha Septriasa, Abimana Aryasatya, Raline Shah, Nino Fernandez, Dewi Sandra, Marissa Naustion, Alex Abbad


       Iskhandar : Film sebagai satu media untuk menyampaikan apa yang ingin disampaikan oleh pembuatnya. Rasanya kadang tidak salah untuk menyebarkan kebaikan ajaran sebuah agama tertentu di dalam sebuah film, dengan dikemas dengan bagus dan tanpa terkesan pretensius dan dipaksa-paksakan tentunya. 99 Cahaya Di Langit Eropa jelas merupakan film yang mempunyai target penonton dan pasar yang sangat segmented, dimana ianya bercerita tentang rahasia sejarah Islam di benua Eropa.

       Indah : Film bernuansa religi adalah salah satu tema film favorit saya, selain tentunya bertema nasionalisme. Jejak-jejak Islam di Eropa nampaknya terlupakan. Dahulu Eropa dikuasai oleh Islam sebelum akhirnya Islam mengalami kekalahan perang dan mundur dari Eropa, hingga tinggal beberapa negara di Eropa saja yang masih mayoritasnya pemeluk agama Islam.

       Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, sehingga film bernuansa religi Islam mudah menarik perhatian masyarakat. Berbeda dengan film bernuansa agama yang lain, bisa jadi dihujat dan diboikot oleh salah satu ormas Islam yang sering membuat onar.


       Iskhandar : Sebenarnya memang agak menarik buat gue dalam mengikuti segala adegan-adegan yang fokus kepada sejarah Islam di Eropa dalam film ini. Semacam kita diajak berkeliling Eropa dan di setiap sudut kota-kotanya, kita seperti disuguhkan kata-kata "Ini lho, dulu Islam ada jejaknya di sini." Setiap 'pencerahan' dan pengungkapan sejarah Islam di Eropa di dalam film ini semuanya terasa unik dan selalu menarik, mengingat kebanyakan sejarah Islam di Eropa yang disuguhi di film ini adalah semacam sejarah yang 'dihilangkan' dan tidak banyak diketahui oleh publik.

       Indah : Film 99 Cahaya di Langit Eropa merupakan film dari adaptasi novel dengan judul sama karangan Hanum Salsabila dan Rangga Almahendra . Tokoh utama pada film ini pun mereka berdua, yang mana merupakan pasangan pengantin baru dan harus menjalani hidup di Austria, karena Rangga (Abimana Aryasatya) mendapat beasiswa gelar S2 di negara tersebut. Awal kehidupan yang membosankan dan sulit mencari pekerjaan karena ketidakmampuan Hanum (Acha Septriasa) berbahasa Jerman dengan lancar menjadi masalah awal. Tapi kehidupan itu tercerahkan dengan adanya kursus gratis bahasa Jerman selama 3 bulan dan Hanum pun belajar dengan baik. Di sana ia bertemu dengan Fatma Pasha (Raline Shah) , seorang wanita berkebangsaan Turki yang juga mengadu nasib di Austria. Pertemuannya dengan Fatma yang kemudian membuat Hanum menyadari betapa Eropa menyimpan banyak bukti-bukti peradaban Islam dan Islam yang turut membesarkan Eropa hingga menjadi negara maju seperti sekarang ini.


       Iskhandar : Dibalik ajakan pertualangan menarik dalam mencari sejarah Islam yang tersembunyi di Eropa tadi, menurut gue ada beberapa hal di dalam film ini yang membuat petualangan gue yang seharusnya menarik tadi menjadi sedikit agak terganggu. Rasanya tidak bisa dinafikan lagi bahwa film-film kita selalu tidak bisa lepas dari plot/sub plot romansa yang biasanya terdengar sangat klise. Sudah bisa ditebak dari awal bahwa hubungan Hanum dan Rangga pasti akan sedikit tergoyah dengan hadirnya sosok orang ketiga yang merupakan teman kuliah Rangga. 

       Indah : Petualangan mencari jejak-jejak Islam dimulai dari Austria dan kemudian di lanjutkan ke Paris. Tapi sayang, Fatma tidak bisa ikut ke Paris. Di Paris, Hanum bertemu dengan guru bahasa Inggris Fatma dan teman-teman Fatma, Marion yang diperankan oleh Dewi Sandra. Marion kemudian mengantarkan Hanum melihat jejak-jejak Islam di Paris, yang membuat Hanum semakin ingin tahu tentang peradaban Islam di Eropa.

       Novel tersebut nampaknya adalah kisah nyata dari kedua pasangan itu. Kehidupan yang tidak mudah di negara orang, butuh adaptasi yang cukup lama untuk bisa menjalani kehidupan yang nyaman. Awalnya saya tidak mengetahui film ini merupakan adaptasi dari novel, saya tertarik ketika saya melihat trailernya di bioskop dan pemainnya adalah pemain-pemain yang wajahnya seringkali terlihat di layar lebar, sebut saja Acha Septriasa ,Abimana Aryasatya, Raline Shah, Marissa Nasution, Nino Fernandez, Dewi Sandra, Dian Pelangi dan Fatin Shidqia juga menambah nilai jual film ini.

        Iskhandar : Ada satu hal lagi yang sangat gue sayangkan di dalam film ini. Jadi pihak filmmaker mengambil kebijakan untuk mengcasting aktor-aktris dari Indonesia untuk memerankan tokoh-tokoh orang Eropa. Sebenarnya itu tidak masalah, mengingat beberapa dari aktor-aktris yang dipilih menurut saya wajah mereka mendukung untuk memerankan orang Eropa. Yang disayangkan adalah, filmmaker seakan lebih ingin mempersempit lagi target audience yang akan menonton film ini, yaitu dengan membuat keputusan bahwa semua tokoh yang berasal dari Eropa tetap menggunakan bahasa Indonesia untuk mengobrol dengan Hanum dan Rangga yang berasal asli dari Indonesia. 

       Hal itu membuat gue bingung pada awalnya, apakah tokoh-tokoh di dalam film ini semuanya orang Indonesia? Gue akan lebih tertarik jikalau penggunaan bahasa-bahasa benua Eropa diperbanyak dan biarlah subtitle yang mengantarkan pesan-pesan dari tokoh-tokoh orang Eropa di dalam film ini. Itu akan membuat film ini jauh lebih berkelas dan tidak confusing, setidaknya buat gue.

       Indah : Yang semakin menarik adalah sponsor film ini, yang paling kentara adalah make up Wardah. Penempatan iklan sangat tepat dan tidak terkesan dibuat-buat. Dan memang, make up Wardah adalah ikon make up untuk perempuan-perempuan muslimah. Film ini menurut saya bagus untuk sebuah film bernuansa religi. Latar di Eropa menambah nilai jual film ini, selain deretan artis-artis ternama. Acha Septriasa nampaknya cocok-cocok saja dipasangkan dengan Abimana, atau memang akting Acha yang semakin berkembang dan selalu bisa beradaptasi dengan siapapun lawan mainnya. 


       Iskhandar : Namun tetap, dibalik semua ketidakpuasan gue tadi yang terkadang terdengar sangat subjektif, film Indonesia 99 Cahaya Di Langit Eropa tetap layak untuk ditonton. Tentunya dengan target pasar yang sangat jelas, film ini bisa menyampaikan dakwah Islam dengan baik, tanpa terkesan menggurui atau menjatuhkan agama-agama lain. Ianya juga tetap bisa mengajarkan kita menjadi agen Islam yang baik, dimana kita harus bertoleransi dan mengutamakan perdamaian, yang menjadi pondasi dalam agama Islam. Dan satu hal lagi. Rasanya trailer Part 2 yang diletakkan di akhir film terlalu banyak memberikan adegan-adegan yang menarik dari part 2 nya. Sedikit disayangkan, menurut gue. 

        Indah : Yang agak aneh adalah adanya Fatin Shidqia. Fatin memang penyanyi dari soundtrack film ini, kehadirannya tidak menganggu dan juga tidak begitu perlu. Satu lagi yang amat disayangkan dan membuat saya kecewa dengan film ini, yaitu to be continue. Saya sangat tidak menyangka film ini dibagi menjadi dua bagian, seperti film Perahu Kertas. Pantas saja, selama menonton film ini, konflik tidak terasa dan menggantung. Baiklah, itu tandanya saya pun harus menonton kelanjutan film ini. Semoga part 2 nya tidak lama-lama untuk dilepas ke pasar.

No comments:

Post a Comment