Produksi : Visi Lintas Films
Produser : Sophia Latjuba & Eko Kristianto
Sutradara : Fajar Nugros
Penulis : Lelelaila
Pemain : Adipati Dolken, Eva Celia, Kevin Julio, Agus Kuncoro, Soleh Solihun, Joshua Pandelaki
Indah : Lama rasanya gak nonton film Indonesia di bioskop. Film terakhir yang gue tonton di bioskop ya Manusia Setengah Salmon 12 Oktober 2013 silam. Yep, selama 1 bulan rasanya gak ada film Indonesia yang menarik untuk gue tonton. Hingga akhirnya Adriana muncul di bioskop. Awalnya gue pikir, sekilas nonton trailernya, ini film semi horor karena ada adegan kuburannya dan di kuburan itu tertera nama Adriana. Tapi kemudian gue terjebak dan ternyata ini film oke, sampe-sampe pas gue ke Gramedia 1 hari kemudian gue menemukan novel dengan judul serupa dan tanpa pikir panjang langsung gue beli dan gue baca habis dalam tempo waktu 4 jam aja.
Iskhandar : Adriana memang terlihat seperti sebuah film drama cinta segitiga yang standar jikalau kita melihat dari posternya. Tapi lewat trailernya, gue, entah kenapa mendapatkan sesuatu yang agak sedikit berbeda. Imaji Eva Celia yang mengenakan dress zaman dulu disandingkan dengan hood berwarna merah serta menunggangi kuda, cukup membuat gue bertanya, "Okay, so what is this all about?" Setelah itu gue mendapat tau dari Indah bahwa Adriana adalah film adaptasi novel yang ditulis oleh sutradaranya sendiri.
Indah : Cerita ini berawal dari seorang cowok yang dipanggil Mamen, playboy yang sering banget bikin cewek patah hati bertemu dengan seorang cewek yang sangat cantik di Perpustakaan Nasional. Saat si Mamen ini mengajak kenalan, yang terjadi malah si cewek ini memberikan teka-teki berlatar sejarah kepada si Mamen ini. Salah satu teka-tekinya berbunyi :
“Jika karpet lift itu berganti dua kali, aku akan menjumpaimu di tempat dua ular saling berlilitan pada tongkatnya, saat proklamasi dibacakan.”
Teka-teki itu menunjukkan waktu dan tempat mereka harusnya bertemu dan berkenalan. Tentunya untuk memecahkan teka-teki itu, kita harus kembali pada masa lalu, mengenai sejarah. Mamen merasa semakin tertantang, karena baginya cewek itu adalah petualangan. Teka-teki demi teka-teki bermunculan. Setiap teka-teki selalu memiliki cerita. Setiap cerita membawa Mamen melihat kembali sudut-sudut bersejarah Jakarta yang kian terabaikan.
Iskhandar : Gue adalah penggemar love story in cinemas. Adriana menurut gue adalah sebuah well done love story yang berjaya keluar dari pakem dimana cerita percintaan, apalagi cinta segitiga, harus menye-menye dan penuh konflik yang mengedepankan emosi semata. Lewat Adriana, Fajar Nugros sukses membawa gue mengikuti sebuah pertualangan mengejar cinta yang sekaligus membuat gue merasa sedikit lebih tau dan pintar tentang sejarah Jakarta setelah menonton film ini. Memang sepertinya niat awalnya film ini adalah mengedukasi penonton dengan beberapa facts tentang sejarah Jakarta yang mungkin belum banyak orang yang tau termasuk gue.
Hal itu membuat gue sadar bahwa film ini memang bertujuan menyajikan informasi dan fakta seputar sejarah, jadi gue yang biasanya selalu merasa tidak suka dengan film-film yang terkesan 'menggurui', sepertinya bisa menerima dan menikmati segala bentuk suguhan edukasi yang tersaji di dalam film ini.
Indah : Bukan hanya Mamen, tapi gue sebagai penonton merasa tertampar karena mengabaikan sejarah bangsa sendiri. Belajar sejarah di sekolah pasti sangat-sangat membosankan. Tapi di film ini, gue jadi banyak tahu tentang sudut-sudut kota Jakarta yang ternyata memiliki cerita yang sangat berharga. Gue sebelumnya gak pernah tahu sejarah Monas, padahal gue pernah sekali ke puncak Monas. Gue juga gak pernah tau sejarah patung pancoran yang ternyata bernama Patung Dirgantara, atau patung kuda yang ada di bunderan BI yang ternyata memiliki nama Patung Arjuna.
Film ini membuka mata gue, kalo gue gak boleh abai tentang sejarah. Dan ternyata kisah-kisah dibalik tempat di Jakarta itu menarik dan patut untuk diketahui. Jakarta adalah kota mimpi, dan semua yang ada di Jakarta berawal dari mimpi. Gak percaya? Kalo mau tau lebih lengkapnya baca deh novel Adriana karangan sama dengan sutradaranya, Fajar Nugros. Kalo dibandingin novelnya, gue bingung mana yang lebih menarik. Dua cerita ini memiliki inti yang sama namun alurnya jauh berbeda. Banyak karakter yang tak sama. Karakter yang sama hanya Mamen, Sobar dan Adriana.
Iskhandar : Art directing yang ciamik di Adriana membuat ianya menjadi salah satu nilai plus di dalam film ini. Layaknya setiap film bertema sejarah yang menuntut setting, kostum dan propertinya otentik dan pas dengan fakta sejarah yang dikedepankan. Beberapa adegan flashback masa lampau yang men-stage kejadian-kejadian bersejarah cukup bagus diperankan sendiri oleh aktor-aktor utama di dalam film ini, contohnya seperti Adipati bermain sebagai Soekarno dan Kevin sebagai Hatta.
Di departemen lain, rasanya semuanya bermain di porsi yang pas-pas saja. Namun agak lucu terkadang melihat beberapa adegan di keramaian yang sepertinya langsung shoot on the spot, dimana beberapa orang yang lalu lalang terlihat melihat ke arah pemain dan terkadang ke kamera.
Indah : Jujur aja, bikin review film ini sangat tidak mudah bagi gue. Gue bingung karena film ini bikin gue jadi ikutan mikir, dan sepertinya film ini gak bisa cukup sekali di tonton. Bahkan bukunya gak bisa sekali gue baca. Tapi, apresiasi besar patut gue berikan pada Fajar Nugros, yang makin membuat perfilman Indonesia semakin heterogen. Gue sendiri gak kepikiran kalo cinta segitiga bisa dibalut dengan sejarah Jakarta. Bahkan makna jatuh cinta aja bisa disambung-sambungin sama sejarah. Gak percaya? Simak quote ini :
“Jatuh cinta itu seperti lo diculik, lalu dijual sebagai budak. Negeri ini sudah diperbudak selama tiga setengah abad, Mameen! Masak lo masih mau memperpanjang sejarah perbudakan di negeri ini? Masih mending kita diperbudak penjajah Belanda, waktu itu kita bodoh. Orang bodoh diperbudak orang yang lebih pintar udah biasa, elo diperbudak cinta, Men!”
Sejarah Jakarta dikemas begitu apik melalui teka-teki. Tapi lagi-lagi soal alur waktu di film yang bikin gue kadang mengerutkan dahi. Yah, setiap orang punya nalar yang berbeda-beda dan sepertinya nalar gue lambat, sehingga sulit bagi gue buat menyambungkan alur waktu di film ini. Bingung kan baca review dari gue? Nah, dari pada bingung dan penasaran apa yang gue bingungin, mendingan buru-buru deh ke bioskop terdekat dan beli tiket film Adriana, mumpung belum turun layar!
Iskhandar : Gue cukup puas dengan film Adriana dan gue telah mengumumkan di Twitter yang gue memberikan Adriana 8/10. Memang kami berdua agak terlambat menonton dan mereview film ini, tapi kami akan tetap mengapresiasi percobaan baik Fajar Nugros membuat film cinta yang berbeda lewat tulisan kami ini. Dan satu hal lagi yang bikin gue tersenyum puas, yaitu melihat progress perkembangan sang sutradara Fajar Nugros menjadi lebih baik dengan Adriana, dibanding dua filmnya yang sebelumnya yaitu Cinta Brontosaurus dan Cinta Di Saku Celana yang kedua-duanya gue kurang suka.
Last Note : Setelah menonton film ini, kami merasa tidak cukup menonton sekali untuk benar-benar meresapi setiap teka-teki yang diberikan Adriana. Dan tidak cukup sampai disitu, Indah pun memutuskan untuk membeli novelnya.
No comments:
Post a Comment